Ketua Program Manager Sustainable Environtment Governance Kemitraan Hasbi Berliani memaparkan, tindak lanjut pembenahan dapat dimulai dengan melakukan rencana sejumlah aksi. Di antaranya, melakukan penertiban administrasi pencatatan sistem penatausahaan kayu dan perbaikan sistem monitoring yang harus menekankan pada transparansi. "Kedua hal ini sampai sekarang masih sangat buruk prosesnya, data di pusat dan di lapangan kerap berbeda," kata Hasbi, Senin (22/2).
Hasbi melanjutkan, segala pelaporan sistem penatausahaan kayu tersebut harus dibarengi pencapaian yang terukur. Targetnya pun harus jelas dan harus ditunjuk pihak yang bertanggung jawab jika upaya pembenahan tidak efektif. Yang terpenting, publik pun harus bisa melakukan pemantauan. Seperti diketahui, selama ini pengawasan tata kelola hutan tidak melibatkan publik.
Nilai kerugian negara akibat mekanisme pemungutan PNBP di sektor kehutanan tidak sedikit. Data Kemitraan menyebut, kerugian berkisar antara Rp 5,24 triliun - Rp 7,24 triliun per tahun. Kerugian disebabkan tidak terpungutnya dana reboisasi dan Provisi Sumber Daya Hutan (PSDH).
Laporan penelitian KPK tentang kajian PNBP di sektor kehutanan sebelumnya telah dipresentasikan dan diserahkan KPK kepada Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) pada 9 Oktober 2015 lalu. "Jika pemungutan tersebut bisa dibenahi, sehingga efektif pembiayaan program-program di kehutanan bisa dikover dari dana tersebut. Misalnya, untuk merehabilitasi hutan, perluasan hutan sosial atau dana pendidikan untuk siswa miskin."
Forest Commodity Leader WWF Aditya Bayunanda mengajukan sejumlah saran pembenahan mekanisme pemungutan PNBP. Pembenahan dapat dimulai dengan mengukur potensi tegakan pohon di suatu lahan yang akan diusahakan. Pengukuran jangan lagi dengan sistem "kira-kira" dan hanya melalui pandangan visual.
Menanggapi hal ini, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) mulai membenahi tata kelola hutan pada 2016. Salah satu caranya, yakni meluncurkan implementasi Sistem Informasi Penatausahaan Hasil Hutan (SIPUHH) dalam jaringan secara penuh. Sistem tersebut dipastikan terintegrasi dengan Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK).
"Apa yang ditampilkan SIPUHH merupakan jawaban mengakhiri ekonomi biaya tinggi sektor kehutanan yang harus diakhiri," kata Menteri LHK Siti Nurbaya Bakar. Ia menjelaskan, kayu yang ditebang telah memiliki barcode memuat informasi spesifikkayu, hingga terdeteksi di mana posisi asal kayu. la juga memiliki label dan selembar dokumen yang secara otomatis langsung masuk ke sistem dan terlaporkan ke unit yang berkepentingan.
Unit tersebut, misalnya, Kementerian Keuangan dalam hal Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP), KLHK, dinas kehutanan, termasuk pihak kepolisian. Jadi, selama kayu didistribusikan, tidak usah lagi diperiksa di jalanan sama polisi atau oleh oknum yang minta pungli karena sudah jelas lokasinya. ed: andri saubani
Sumber: Republika, 23 Februari 2016
No comments:
Post a Comment